Trauma Mendalam
Dan
Kuatnya Mental
Sang Jurnalis Fotografer
Film ini
dibuat berdasarkan autobiografi berjudul The Bang Bang Club: Snapshots from
the Hidden War (2000) dari buku berjudul MARINOVICH AND SILVA.
Buku yang bertutur tentang sensasi ketegangan pasca perang ras di Afrika
Selatan dan moral untuk mengungkap kebenaran ini ditulis oleh Greg Marinovich
dan Joao Silva setahun setelah tewasnya Oesterbroek dan bunuh dirinya Kevin
Carter pada 1994. Silva lebih tertarik
menjadikannya sebagai film aksi dari pada film
dengan tingkat kecerdasan lebih mendalam dan
lebih tertarik menghadirkan perjalanan karir fotografer jurnalis
muda pemberani yang masuk kedalam pertempuran ras : Greg
Marinovich (Ryan Phillippe), Joao Silva (Neels Van Jaarsveld), Kevin Carter
(Taylor Kitsch), dan Ken Oesterbroek (Frank Rautenbach). Mereka berjuang
untuk hidup dan bekerja keras, karena keberutalan dan
kekerasan itu terkait pemilu
bebas pertama pasca apartheid di Afrika Selatan era 90-an, agar dapat
menunjukkan karya terbaik mereka kepada dunia sebagai sebuah film aksi yang dipenuhi
dengan adegan menegangkan dari pada mencoba mengupas lebih dalam mengenai apa
makna dan tujuan dari pekerjaan sebagai seorang foto jurnalis bagi keempat
karakter tersebut. Silva,
menulis naskah cerita film
ini menginginkan agar penonton mengetahui
bagaimana rasanya bekerja di tengah-tengah sebuah situasi yang kapan saja
beresiko untuk merenggut nyawa siapapun yang berada di daerah tersebut. Dan Silver telah berhasil melakukannya sebagai
sebuah film yang bercerita dengan cepat, menyentuh pada beberapa bagian dan
tampil cukup mengesankan secara keseluruhan.
ketika film ini
beralih pada kisah personal keempat karakternya dan cerita romansa dari masing-masing tokoh, contoh
karakter Greg Marinovich perlahan mulai mengendur intensitasnya. Ini
mengakibatkan drama yang dihadirkan di pertengahan film terasa sedikit membosankan.
Silver berusaha meningkatkan intensitas dengan menghadirkan drama emosional
peperangan pada bagian akhir .
Walau masih belum cukup untuk menyamai kadar intensitas yang pernah dihasilkan
pada bagian awal film, setidaknya mampu membuat film kembali menjadi sajian yang mengikat.
.
Pembahasan
Benua Afrika
sejak bertahun-tahun yang lalu selalu menjadi perhatian dunia. Afrika ibarat
kuali yang panas, benua kaya yang selalu jadi rebutan orang-orang dari
seberang. Jejak pertikaian itu terus tertanam, pertikaian yang bahkan selalu
meminta korban jiwa bertahun-tahun setelah masa kolonialisme secara tersirat
dikatakan berakhir.
Periode awal
1990an, dua kubu di Afrika Selatan (ANS dan Inkhata) saling membunuh. Hanya
karena perbedaan pandangan politik mereka turun ke jalan, menghunus parang dan
saling serang. Afrika Selatan ibarat kuali dengan suhu mendidih. Di sanalah
kemudian beberapa jurnalis kulit putih mencari momen yang tepat membingkai
perseteruan itu, mengabarkannya ke dunia serta tentu saja mengisi kantong
mereka dengan uang. Fotografer dilarang ikut campur dengan masalah yang ada,
tetapi mereka diizinkan hanya sekedar memfoto tidak boleh ada tindakan apa-apa
karena jika mereka membela berarti artinya mereka memihak, ketika fotografer
itu meski secara tidak langsung membela ANS maka orang dari suku Inkhata akan
langsung membunuhnya karena dianggap sebagai musuh begitu pula sebaliknya.
Tersebutlah
3 orang jurnalis foto pada harian The Star, mereka adalah Kevin Carter, Ken Oosterbroek, dan Joao Silva ketiganya
kemudian secara tidak resmi membentuk sebuah klub yang mereka beri nama The Bang Bang Club. Nama yang
secara tersirat menggambarkan kecanduan mereka pada situasi genting, situasi di
mana desingan peluru, sabetan senjata tajam, luka menganga dan tangis
kehilangan adalah makanan sehari-hari. Belakangan Greg
Marinovich, seorang fotografer freelance kemudian
bergabung dan menggenapkan anggota klub ini menjadi 4 orang. Walau hanya dianggap sebagai seorang fotografer
pemula pada awalnya, Greg kemudian secara perlahan mampu mendapatkan respek
para rekan kerjanya atas
keberaniannya untuk menembus wilayah-wilayah konflik yang dianggap tidak dapat
disentuh sebelumnya hanya untuk mendapatkan berita nyata. Greg juga menemukan sebuah senjata api yang nyaris ia
foto didalam ruangan kepala suku disana. Nyaris tanpa perhitangan sama sekali,
dia kadang menjatuhkan dirinya ke dalam medan perang yang sesungguhnya, hanya
berjarak beberapa meter dari maut. . kenekatan itu pula yang kemudian diganjar
dengan Greg Marinovich mendapatkan Pulitzer dengan karya fotonya “Zulu Spy
1992” (supporters SAANC burning alive a man) Pulitzer Prize – hadiah tahunan paling bergengsi untuk bidang jurnalisme, sastra dan komposisi musikal – pada
tahun 1990 untuk sebuah karya fotonya yang fenomenal. Walaupun harus berurusan
dengan pihak yang berwajib karena foto yang mengerikan itu tapi ia mampu
mengatasi itu semua karena teman-temannya. Trauma menghantui mereka hingga
sangat dalam karena melihat kematian secara langsung disaat mereka sedang down maka ada tokoh yang akan menjadi
penyemangatnya . ketika ada seorang wartawan frelance bergabung untuk pertama kalinya di Bang Bang Club karena
ajakan dari Greg dan langsung meninggal ditempat bahkan sebelum mereka
mengambil foto itu menambang tingkat depresi seorang Greg untungnya ada Robin yang
bersedia menjadi teman sekaligus tempat ia membagi masalahnya.
Bersamaan dengan penghargaan Pulitzer yang diraih
Greg, keempat foto jurnalis tersebut kemudian mendapatkan perhatian yang luas
dari banyak media internasional. Perhatian tersebut khususnya datang karena
kualitas foto mereka yang mampu mengungkap banyak hal yang sebelumnya tidak
diketahui khalayak ramai mengenai peperangan antar suku yang terjadi di Afrika
Selatan. Permasalahan pribadi mulai mengintai keempatnya. Kekasih Greg, Robin
Comley (Malin Ã…kerman), mulai tidak nyaman dengan resiko pekerjaan Greg. Kevin
bahkan terlibat semakin dalam dengan permasalahan ketergantungan atas narkotika
yang selama ini menderanya. Empat foto jurnalis yang biasa selalu bersama untuk
mencari foto-foto mereka, kini mulai terpisah satu sama lain.
3 tahun
kemudian giliran Kevin Carter yang meraih penghargaan Pulitzer. Karya Fotonya “Bearing
Witness 1994” (tentang seorang anak perempuan pengungsi Sudan yang kelaparan dan
di dekatnya ada burung bangkai sedang menunggu gadis tersebut mati untuk
dimakan). Foto itu menjadi fenomenal karena menganggap Kevin sebagai orang yang
tidak manusiawi . Kejadian di balik foto ini menjadi perdebatan tentang
bagaimana sikap seorang jurnalis menghadapi situasi seperti itu, apakah
membiarkan si anak kelaparan atau melakukan sesuatu untuk menolongnya ?
Perdebatan yang ternyata membuat Kevin makin depresi.
The Bang Bang Club menceritakan bagaimana kisah
di balik terciptanya foto-foto luar biasa itu beserta ratusan foto lainnya. Menjadi
seorang jurnalis di tengah situasi panas oleh konflik tertentu bukan hal yang
mudah. Hati nurani akan terus terusik sementara di sisi lain kode etik
jurnalisme harus terus dijunjung tinggi. Mereka adalah orang-orang yang
terjebak dalam situasi tidak nyaman, hati mereka berperang dengan tuntutan
tugas. Dalam beberapa situasi, kejadian-kejadian yang mereka rekam kemudian
menetap dalam waktu lama dalam memori mereka bahkan hingga mengguncang kejiwaan
mereka.
Salah satu korbannya adalah Kevin Carter. Setelah publikasi
fotonya yang luar biasa menyentuh itu, semua orang kemudian menanyakan nasib si
anak perempuan dalam foto tersebut. St.
Petersburgh Times di Florida bahkan menyebut kalau Carter tidak ada
bedanya dengan burung bangkai itu. Dia hanya peduli pada frame dan sama sekali
tidak peduli pada nasib si anak perempuan. Tudingan ini menambah daftar alasan
untuk depresi pada sosok Kevin Carter selain berderet alasan lain yang sudah
terekam dalam ingatannya. Puncaknya,
pada 27 Juli 1994 Carter menghabisi nyawanya sendiri . Catatan bunuh dirinya
menjadi bukti kalau dia sama sekali tidak bisa bertahan lagi dari segala macam
trauma yang melekat selama masa pengabdiannya sebagai fotografer, ditambah lagi
dengan kepergian temannya Ken yang meninggal dalam tugas.
Catatan terakhir
dari Kevin Carter secara tersirat menyiratkan kondisi itu. Kondisi di mana dia
sangat depresi karena tekanan trauma yang menetap selama bertahun-tahun.
“I am depressed … without phone … money for rent …
money for child support … money for debts … money!!! … I am haunted by the
vivid memories of killings and corpses and anger and pain … of starving or
wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners
… I have gone to join Ken if I am that lucky.”
Review
Salah satu foto
Greg Marinovich berhasil mendapat penghargaan Pulitzer Zulu
Spy 1992 penghargaan tertinggi di dunia jurnalistik.Kesuksesan Greg
pun diikuti oleh Kevin dengan penghargaan pulitzer Bearing Witness 1994,
foto yang menggambarkan anak kecil yang kelaparan bersama burung pemakan
bangkai ketika Kevin bertugas di Sudan
Scoring music di film ini membantu kita menggiring pada rasa ketakutan. Tapi kerja keras mereka terbayar. Setidaknya Greg Marinovich mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya foto jurnalisnya 'Zulu Spy 1992' (supporters SAANC burning alive a man) dan Kevin Carter mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya foto jurnalisnya 'Bearing Witness 1994' (gadis sudan kelaparan yang di dekatnya ada burung bangkai sedang menunggu gadis tersebut mati untuk dimakan).
Scoring music di film ini membantu kita menggiring pada rasa ketakutan. Tapi kerja keras mereka terbayar. Setidaknya Greg Marinovich mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya foto jurnalisnya 'Zulu Spy 1992' (supporters SAANC burning alive a man) dan Kevin Carter mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya foto jurnalisnya 'Bearing Witness 1994' (gadis sudan kelaparan yang di dekatnya ada burung bangkai sedang menunggu gadis tersebut mati untuk dimakan).
film ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk para
fotografer jurnalis, bahwa konflik yang terjadi tak menyurutkan nyali untuk
mengungkapkan kebenaran kepada dunia, meski hanya melalui foto. Seringkali
bahkan sebuah foto dapat bercerita banyak, daripada perkataan yang panjang
lebar. Banyak sekali pesan moral yang bisa diangkat dari hanya sebuah
foto. Dan kebenaran itulah yang ingin disampaikan oleh para fotografer
pemberani tersebut.
Sinopsis
Dalam daerah
konflik, Peran media dalam daerah yang sedang dilanda konflik, sering menjadi
jembatan informasi dari daerah tersebut kepada dunia. Dari sebuah berita yang
tidak diketahui oleh dunia, hingga menjadi sebuah berita yang menggemparkan,
tak lepas dari peran media dalam menyampaikan kebenaran beritanya, meski untuk
mendapatkannya dibutuhkan usaha yang tak mudah.
THE BANG
BANG CLUB adalah kisah nyata dari empat fotografer muda pemberani yang masuk ke
dalam pertempuran ras : Greg, Joao, Kevin, dan Ken.
terikat oleh persahabatan mereka dan rasa tujuan, bekerja sama untuk mencatat
kekerasan, ketegangan pasca perang dan pergolakan menjelang pemilihan umum 1994
dari Nelson Mandela sebagai presiden. pekerjaan mereka berisiko dan berbahaya,
berpotensi fatal sehingga, karena mereka dorong diri ke tengah-tengah bentrokan
kacau antara pasukan yang didukung oleh pemerintah (termasuk prajurit Inkatha
Zulu) dan orang-orang yang mendukung Kongres Nasional Afrika Mandela. Mereka berjuang mendapatkan foto terbaik bahkan
dengan pengambilan foto dalam jarak yang begitu dekat ketika pertikaian sedang
berlangsung. Tak jarang harian ternama dari penjuru dunia mau membayar mahal
hasil foto dan video mereka. Karena niat mereka yang kuat,
mempertaruhkan nyawa karena kebrutalan perang rasial dan kekerasan terkait
pemilu bebas pertama pasca apartheid di Afrika Selatan era 90-an.
Karena
Mereka berjuang untuk hidup dan bekerja keras selama periode ini agar dapat
menunjukkan karya terbaik mereka kepada dunia. Berlari, sembunyi, uji nyali di
antara desingan peluru dan di tengah pertikaian, membuat jantung berdebar.
Tanpa tahu apa yang akan mereka temui dan dapatkan, kamera terus membidik ke
segala arah. Aroma perjuangan terasa kental sepanjang film ini konflik yang
pecah berlangsung kolosal. Apalagi tindakan-tindakan sadis dan brutal selama
konflik juga digambar dengan jelas. Anda akan terbawa pada suasana Afrika
Selatan yang memanas suhu politiknya.
Kekurangan dan kelebihan film
di dalam film ini kurang menjelaskan secara mendalam tentang bagaimana profesi sebagai seorang jurnalis dan tidak memaparkan filosofi dan pekerjaan tersebut. adanya keganjalan dari film dipertengahan, dimana salah satu adegan ketika greg memasuki kota yang cukup ekstrim tersebut kenapa bisa begitu mudah padahal dia melewati tempat kejadian perang dan seharusnya ras itu tahu siapa saja yang boleh keluar-masuk daerah itu. beberapa momen terkesan agak datar sehingga emosi penonton kurang dilibatkan didalamnya. karekter utama Greg Mainovich terlihat sedikit kendor di tangan Ryan Philippe meskipin meman tidak buruk.
film ini membawa kita lebih jauh menilik perjuangan emosi para jurnalis perang yang harus terbiasa melihat sajian darah dan kekerasan di depan mata mereka demi menjalankan tugas. Adanya persahabatan yang erat antara sesama fotografer. film ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk para fotografer jurnalis. Belajar tentang pesan moral yang bisa diangkat dari hanya sebuah foto.
Kekurangan dan kelebihan film
di dalam film ini kurang menjelaskan secara mendalam tentang bagaimana profesi sebagai seorang jurnalis dan tidak memaparkan filosofi dan pekerjaan tersebut. adanya keganjalan dari film dipertengahan, dimana salah satu adegan ketika greg memasuki kota yang cukup ekstrim tersebut kenapa bisa begitu mudah padahal dia melewati tempat kejadian perang dan seharusnya ras itu tahu siapa saja yang boleh keluar-masuk daerah itu. beberapa momen terkesan agak datar sehingga emosi penonton kurang dilibatkan didalamnya. karekter utama Greg Mainovich terlihat sedikit kendor di tangan Ryan Philippe meskipin meman tidak buruk.
film ini membawa kita lebih jauh menilik perjuangan emosi para jurnalis perang yang harus terbiasa melihat sajian darah dan kekerasan di depan mata mereka demi menjalankan tugas. Adanya persahabatan yang erat antara sesama fotografer. film ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk para fotografer jurnalis. Belajar tentang pesan moral yang bisa diangkat dari hanya sebuah foto.
Teori yang dipakai
Teori
peluru (Bullet Theory) artinya
seperti teori IPS (setiap pesan media yang disampaikan oleh media akan berdampak
dan menimbulkan sebab akibat). Karena setiap berita dan foto yang tersebar
dimedia memiliki efek tersendiri bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar