Selasa, 30 Mei 2017

SISTEM KOMUNIKASI MASSA (Psikologi Komunikasi)

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga tugas  ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Yogi Prawira M.I.Kom.selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Komunikasi Indonesia yang memberikan bimbingan, saran ide dan kesempatan untuk kami.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



                                                                                                Bandung, 29 Mei 2017




                                                                                                  Penyusun






DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... 2
Daftar Isi ...................................................................................................................  3
BAB I
1.1  Latar Belakang ........................................................................................  4
1.2  Rumusan Masalah ...................................................................................  4
1.3  Tujuan .....................................................................................................  4

BAB II
2.1  Pengertian Kommunikasi Massa.............................................................. 5
2.2  Faktor yang memengaruhi reaksi khalayak pada komunikasi massa..... 13
2.3  Efek komunikasi massa........................................................................... 20

BAB III
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 24
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 25












BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Komunikasi telah mencapai suatu tingkat dimana orang mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak dan serempak. Melalui setelit komunikasi sekarang ini secara teoritis mampu memperlihatkan suatu gambar, memperdenganrkan satu suara kepada tiga milyar manusia diseluruh dunia secara stimulan.

1.2  Rumusan Masalah
1. Pengertian komunikasi massa.
2. Faktor yang memengaruhi reaksi khalayak pada komunikasi massa
3. Efek komunikasi massa


1.3  Tujuan
Untuk memahami dan mengetahui bagaimana psikologi menelaah efek yang ditimbulkan oleh komunikasi massa pada perilaku penerima pesannya. Serta melihat bagaimana karakteristik individu memengaruhi penggunaan media, disamping meneliti pengaruh media massa pada sistem kognitif dan sistem afektif khalayak.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Massa
            Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980:10): “Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Ini mengundang banyak pertanyaan: Apakah komunikasi massa itu pesan atau proses? Apa yang membedakan komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal atau komunikasi media?
            Ahli komunikasi yang lain mendefinisikan komunikasi dengan memperinci karakteristik komunikasi massa. Gerbner (1967) menulis, “Mass communication is the technologically and institutionally based production and  distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in industrial societies” (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri).
Meletzke (1963) menghimpun banyak definisi; beberapa diantaranya dikutip disini.
1.             Komunikasi massa kita artikan setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.
2.             Komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar dapat mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
3.             Bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama sebagai berikut: diarahkan pada khalayak yang relatif besar, heterogen, dan anonim; pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan halayak secara serentak, bersifat sekilas; komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar.
Merangkum definisi di atas, komunikasi diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Perkataan “dapat” dalam definisi ini menekankan pengertian bahwa jumlah sebenarnya menerima komunikasi massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting seperti dikatakan Alexis S. Tan (1981: 73), “The communicator is a social organization capable of reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spatiall separated.”
2.1.1 Sistem Komunikasi Massa versus Sistem Komunikasi Interpersonal
            Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Bila sistem komunikasi massa dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, secara teknis dapat menunjukkan empat tanda pokok dari komunikasi massa (menurut Elizabeth-Noelle Neumann, 1973:92):
1)        Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis;
2)        Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan);
3)        Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim;
4)        Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.
            Karena perbedaan teknis, maka sistem komunikasi massa juga mempunyai karakteristik psikologis yang khas dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal. Tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik, stimulasi alat indra, dan proporsi unsur isi dengan hubungan. Marilah kita lihat hal itu satu persatu.

a. Pengendalian arus informasi
Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan yang disampaikan dan yang diterima. Ketika membaca sebuah tulisan, pembaca tidak dapat menghentikan, mempengaruhi atau mengubah pembicaraan. Mengapa? Karena sang pembaca sedang terlibat dalam proses komunikasi massa. Yang artinya buku ini adalah medianya.
            Sistem komuniksi interpersonal dapat menambah informasi yang diberikan dan juga dapat mengubah informasi yang disampaikan karena reaksi yang diterima dari lawan bicaranya (komunikasi dua arah). Keadaan ini mempengaruhi efek psikologi peristiwa komunikasi. Dua dosen State University Of New York tersebut mengatakan bahwa dalam sistem komunikasi massa, komunikator sukar menyesuaikan pesannya dengan reaksi komunikate. Dalam istilah komunikasi, reaksi khalayak yang dijadikan masukan buat proses komunikasi berikutnya disebut umpat balik (feedback).

b. Umpan balik
Umpan balik berasal dari teori sibernetika (Cybernetics) dalam mekanika –teori mekanistis tentang proses mengatur diri secara otomatis. Orang yang dianggap penemu sibernetika adalah Norbetwiener (1954) yang menulis buku Cybernetics dan Society. Wiener memandang komunikasi dan kontrol itu identik. Sistem sibernetika menjelaskan sistem komunikasi yang mengontrol fungsi sistem mekanis. Umpan balik adalah metode mengontrol sistem. Dalam sibernetika, umpan balik adalah keluaran atau (output) sistem yang “dibalikkan” kembali (feedback) kepada sistem sebagai masukan (input) tambahan berfungsi mengatur keluaran berikutnya.
            Dalam komunikasi, umpan balik dapat diartikan sebagai respons, peneguhan, dan servom mekanisme internal (Fisher, 1978: 286-299) sebagai respons umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali dari penerima ke sumber, memberi tahu tentang reaksi penerima, dan memberikan landasan kepada sumber untuk menentukan perilaku selanjutnya. Dalam pengertian ini umpan balik bermacam-macam jumlah dan salurannya. Ada situasi ketika saluran mengangkut banyak umpan balik atau tidak ada umpan balik sama sekali (dari Free feedback sampai kepada zero feedback). Ketika Anda mengobrol, umpan balik terjadi lewat saluran mata, telinga, dan alat indra lainnya.
            Umpan balik sebagai peneguhan (reinforcement) bermula dari psikologi behaviorisme. Respons yang diperteguh akan mendorong orang untuk mengulangi respons tersebut. Sebaliknya, respons yang tidak mendatangkan ganjaran—atau tidak diperteguh—akan dihilangkan. Dalam hubungan ini, umpan balik adalah respons yang berfungsi mendorong atau merintangi kelanjutan perilaku. Tentu saja umpan balik positif adalah respons yang mendorong perilaku komunikatif berikutnya; dan umpan balik negatif adalah respons yang menghambat perilaku komunikatif.
            Umpan balik sebagai servomekanisme berasal dari mekanika. Dalam setiap sistem , selalu ada aparat yang memberikan respons pada jalannya sistem. Maurer (1954) memasukkan konsep penanak nasi ke dalam mekanisme psikologis. Belajar menimbulkan servomekanisme dalam diri individu. Sikap yang diperoleh melalui belajar, diinternalisasikan dalam diri individu sebagai mekanisme yang menstabilkan perilaku individu. Konsep ini –seperti yang dinyatakan Fisher (1978)—masih sangat kontroversial.
            Perbedaan sistem komunikasi interpersonal dan sistem komunikasi massa. Umpan balik sebagai respons mempunyai volume yang tidak terbatas dan lewat berbagai saluran pada komunikasi interpersonal. Tidak demikian pada komunikasi massa; umpan balik sebagai respons boleh dikatakan hanyalah zero feedback. Wartawan hampir tidak pernah tahu reaksi pembacanya. Dari segi ini, kita dapat mengatakan komunikasi massa adalah komunikasi yang satu arah. Feedback loop tidak terjadi.
            Hal yang sama terjadi pada umpan balik sebagai peneguhan. Redaktur surat kabar, majalah, atau penyiar radio dan televisi hanya memperoleh umpan balik dalam keadaan terlambat (delayed feedback) omzet yang terjual habis dalam waktu cepat, gejolak sosial yang timbul sesudahnya, dan lain-lain. Sebuah obrolan akan berganti dengan cepat karena cibiran bibir Anda. Namun, isi majalah pada suatu waktu tidak segera berubah karena reaksi pembaca waktu itu. Perubahan hanya terjadi mungkin pada waktu penerbitan berikutnya. Perkembangan teknologi komunikasi massa mutakhir –seperti manyambungkan terminal komputer dengan Central Processing Unit atau Cable television—memang memungkinkan umpan balik khalayak mengubah situasi komunikasi dengan segera. Toffler sendiri menyebut gejala ini sebagai demassifikasi media –proses menjadikan media massa tidak lagi media massa (lihat toffler, 1981).
Dalam sistem komunikasi interpersonal, sikap berfungsi sebagai servomekanisme. Dalam sistem komunikasi massa, dengan menggunakan model terpadu efek media dari Defleur dan Ball-Rockeaceh (1975), servomekanisme terjadi karena kendala ekonomi, nilai, teknologi, dan organisasi yang terdapat dalam sistem media. Bila berita di terima tidak sesuai dengan kebijaksanaan media yang bersangkutan, berita itu akan di interpretasikan, di distorsi, atau tidak dimuat sama sekali. Di Indonesia, misalnya, tidak ada sensor sebelumnya (previous censorship); tetapi disetiap surat kabar mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dimuat.


c. Stimulasi alat indra
Dalam komunikasi interpersonal seperti telah kita uraikan pada umpan balik, orang menerima stimulus lewat seluruh alat indranya. Mendengar, melihat, mencium, meraba, dan merasa (bila perlu). Dalam komunikasi massa, stimulus alat indra bergantung pada jenis media massa. Mc Luhan (1964) pernah popular pada tahun 60-an ketika ia menguraikan perkembangan sejarah berdasarkan penggunaan media massa. Ia membagi sejarah umat manusia pada tiga babak: (1) Babak tribal ketika alat indra manusia bebas menangkap berbagai stimulus tanpa dibatasi teknologi komunikasi; (2) Babak Gutenberg, ketika mesin cetak menyebabkan orang berkomunikasi secara tertulis dan membaca dari kiri ke kanan; disini, hanya indra mata yang mendapat stimulus, sehingga manusia akan cenderung berpikir linear –seperti membaca dari kiri ke kanan; (3) Babak Neotribal, ketika alat elektronik memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indra dalam komunikasi.

d. Proporsi unsur isi dengan hubungan
            Pada komunikasi interpersonal, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi massa, unsur isilah yang penting. Dalam komunikasi interpersonal, yang menentukan efektivitas bukanlah struktur, tetapi aspek hubungan manusiawi: bukan “apanya” tetapi “bagaimana”.
            Sistem komunikasi massa justru menekankan “apanya”. Berita disusun berdasarkan sistem tertentu dan ditulis dengan menggunakan tanda-tanda baca dan pembagian paragraf yang tertib. Pidato radio juga disampaikan dengan urutan yang sistematis, dan acara televisi sudah jelas disiarkan sesuai dengan struktur yang diterapkan. Pesan media massa juga dapat dilihat dan didengar kembali. Pesan media massa dapat disimpan, diklasifikasi, dan didokumentasikan.
2.1.2 Sejarah Penelitian Efek Komunikasi Massa
            Sebuah pemancar radio menyiarkan sandiwara Orson-Welles. Sandiwara ini begitu hidup sehingga orang menduga bahwa yang terjadi adalah laporan pandangan mata. “Sebelum siaran itu berakhir,” begitu dilaporkan Cantril, “di seluruh Amerika Serikat, orang berdosa menangis, melarikan diri secara panik untuk menghindari kematian karena makhluk Mars. Peristiwa itu menarik beberapa orang peneliti sosial –suatu peristiwa langka telah terjadi karena menggambarkan keperkasaan media massa dalam memengaruhi khalayaknya. Sekarang orang memandang media massa dengan perasaan ngeri. Sementara itu, pada dasawarsa yang sama, juataan pemilik radio juga dipukau dan digerakkan oleh propagandis agama Father Coughlin (teknik-teknik propaganda Coughlin dianalisis oleh Institute for Propaganda Analysis). Jerman Nazi menggunakan media massa secara maksimal. Media massa dikontrol dengan ketat oleh kementrian Propaganda. Menulis atau berbicara yang bertentangan dengan penguasa Nazi dapat membawa orang pada kamp-kamp konsentrasi. Oposisi dibungkam. Hanya informasi yang dirancang oleh penguasa yang boleh disebarkan. Radio diperbanyak untuk menambah efektivitas mesin propaganda. Disamping Hitler, Mussolini di Italia juga memanfaatkan media massa untuk kepentingan fasisme. Sebelumnya, di Rusia Lenin berhasil merebut kekuasaan, tak kurang dengan menggunakan media massa.
            Harold Lasswell membuat disertasinya tentang teknik propaganda pada Perang Dunia 1. The Institute for Propaganda Analysis, menganalisis teknik propaganda yang dipergunakan oleh pendeta radio Father Coughlin. Pada saat yang sama, behaviorisme dan psikologi instink sedang popular dikalangan ilmuan. Dalam hubungan dengan media massa, keduanya melahirkan apa yang disebut Melvin de Fleur (1975) sebagai instinctif S R Theory. Stimulus perkasa membangkitkan desakan, emosi, atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa memberikan respons yang sama pada stimulus yang datang dari media massa (de Fleur, 1975: 159). Karena teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembaki oleh stimulus media massa, teori ini disebut juga “teori peluru” (bullet theory) atau “model jarum hipodermis” (Rakhmat, 1984), yang menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntikkan dengan jarum ke bawah kulit pasien. Elizabeth Noelle-Neumann (1973) menyebut teori ini the concept of powerful mass media.
Pada tahun 1940-an, Carl I Hovland melakukan beberapa penelitian eksperimental untuk menguji efek film terhadap tentara. Ia dan kawan- kawannya menemukan bahwa film hanya efektif dalam menyampaikan informasi, tetapi tidak dapat mengubah sikap. Cooper dan Jahooda meneliti pengaruh film Mr. Bigott yang ditujukan untuk menghilangkan prasangka rasial. Mereka menemukan bahwa persepsi selektif mengurangi efektivitas pesan. Serangan terbesar pada Model Peluru adalah penelitian Paul Lazarsfeld dan kawan-kawan nya dari Columbia University pada pemilu 1940. Mereka ingin mengetahui pengaruh media massa dalam kampanye pemilu pada perilaku memilih. Daerah sampel yang dipilih adalah Erie County, di New York. Oleh karena itu, penelitian mereka lazim dikenal dengan sebutan Erie County Study.
Apa yang ditemukan Paul Lazarsfeld? Mengejutkan: Media massa hampir tidak berpengaruh sama sekali. Alih-alih sebagai agent of conversion (media untuk mengubah perilaku), media massa lebih berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang ada. Pengaruh interpersonal ternyata lebih dominan dari pada media massa. Khalayak bukan lagi tubuh pasif yang akan selalu menerima mereka menyaring informasi melalui proses yang disebut terpaan selektif ( selective exposure) dan persepsi selektif (selective perception).
Pada saat yang sama, Leon Festinger dari kubu psikologi kogitif datang dengan theory of cognitive dissonance (teori disonansi kognitif) menyatakan bahwa individu berusaha menghindari perasaan tidak senang dan ketidakpastian dengan memilih informasi yang cenderung memperkokoh keyakinannya, sembari menolak informasi yang bertentangan dengan kepercayaan yang diyakininya. Berbagai penelitian 1940 dan 1950 an makin membuktikan keterbatasan, pengaruh media massa. Pada tahun 1960, Joseph Klaper menerbitkan buku The Effects of Mass Communication. Rangkuman hasil penelitian, menyimpulkan efek komunikasi massa terjadi lewat serangkaian faktor perantara dan itu termasuk proses selektif (persepsi selektif, terpaan selektif, dan ingatan selektif, dan proses kelompok, norma kelompok, dan kepemimpinan opini).
Fokus penelitian sekarang bergeser dari komunikator ke komunikate, dari sumber ke penerima. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan pendekatan uses and gratification (penggunaan dan pemuasan). Pendekatan ini pertama kali dinyatakan oleh Elihu Katez (1959) sebagai reaksi terhadap Bernard Berlson yang menyatakan bahwa penelitian komunikasi mengenai efek media massa sudah mati. Yang mulai hidup adalah penelitian tentang usaha untuk menjawab pertanyaan: what do people do it the media? Karena penggunaan media adalah salah satu cara untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan, maka efek media sekarang didefinisikan sebagai situasi ketika pemuasan kebutuhan tercapai.
Model lain yang termasuk model efek moderat adalah pendekatan agenda setting yang dikembangkan oleh Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw. Perbedaannya yang utama dari model jarum hipodermios adalah fokus penelitian. Bila model yang disebut terakhir meletakkan perhatian pada efek media massa terhadap sikap dan pendapat, agenda setting memusatkan perhatian pada efek media massa terhadap pengetahuan. Dengan kata lain, fokus perhatian bergeser dari efek afektif ke efek kognitif.
Media massa tidak dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media massa memengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Media massa memilih informasi  yang dihendaki dan berdasarkan informasi yang diterima, khalayak membentuk presepsinya tentang berbagai peristiwa. Mungkin ucapan Bernard Cohen, ahli ilmu politik, berhasil menyimpulkan model agenda setting dengan dua kalimat sebagai berikut: “It may not be successful much of the time in telling people what to think but it is stunningly successful in telling its readers what to think about.” (Cohen, 1963: 13).
Pada awal 1970 an, kampanye media massa terbukti mempunyai efek yang penting terhadap sikap dan perilaku. Mendelsonn (1973) menunjukkan bagaimana kampanye CBS perihal keselamatan pengemudi telah mendorong 35 ribu pemirsa mendaftarkan diri pada kursus latihan mengemudi. Maccoby dan Farquhar juga membuktikan keberhasilan media massa dalam mengampanyekan kesehatan untuk mengurangi penderita pentyakit jantung. Di Jerman, Elisabeth noelle Neumann berpendapat, penelitian terdahulu tidak memperhatikan tiga faktor penting dalam media massa. Faktor itu bekerja sama dalam  membatasi persefsi yang selektif. Ketiga faktor itu adalah ubiquity, kumulasi pesan, dan keseragaman wartawan.
Ubiquity artinya serbaada. Karena sifatnya yang serba ada, agak sulit orang menghindari pesan media massa. Sementara itu, pesan media massa bersifat kumulatif. Berbagai pesan yang sepotong-sepotong bergabung menjadi satu kesat-kali dapat memperkokoh dampak media massa. Dampak ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan (consonance of journalists). Secara singkat kita telah melacak perkembangan penelitian efek komunikasi dari periode Perang Dunia 1 sampai sekarang, kira-kira setengah abad yang memang tidak berarti apa-apa dalam sejarah peradaban manusia. Namun pada 50 tahun terakhir, dalam dunia komunikasi terjadi kemajuan yang jauh lebih dari cepat dari pada apa yang terjadi selama puluhan ribu tahun sebelumnya. Mungkin orang memandang pesimistis pada kebebasan manusia pada abad technectronic (teknologi elektronis) yang akan datang.
2.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Reaksi Khalayak Pada Komunikasi Massa
            Model jarum hipodermis menunjukan kekuatan media massa yang perkasa untuk mengarahkan dan membentuk perilaku khalayak. Dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang memengaruhi perilaku khalayak melalui proses pelajiman klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi (belajar sosial). Khalayak sendiri dianggap sebagai kepala kosong yang siap menampung seluruh pesan komunikasi yang dicurahkan kepadanya (Dervin, 1981:74). Pesan komunikasi diangap sebagai “benda” yang dilihat sama baik oleh komunikator maupun komunikate. Pesan komunikasi “model peluru” mengasumsikan semua orang memberikan reaksi yang sama terhadap pesan.
            Realitas tidaklah sesederhana dunia kaum behavioris. Efek lingkungan beralinan pada orang yang berbeda. Munculnya psikologi kognitif yang memandang manusia sebagai organisme yang aktif mengorganisasikan stimulus, perkembangan teori kepribadian, dan meluasnya penelitian sikap (konsep yang ditemukan olehW.I. Thomas dan Florian Znaniecki) mengubah potret khalayak. W. Philips Davision menulis. Khalayak bukanlah penerima pasif – tidak dapat dianggap sebagai sebongkah tanahliat yang dapat dibentuk oleh jago propaganda. Khalayak terdiri atas individu-individu yang menuntut sesuatu dari komunikasi yang menerpa mereka. Dengan kata lain, mereka harus memperoleh sesuatu dari manipulator itu ingin memperoleh sesuatu dari mereka. Terjadilah tawar-menawar... khalayak dapat membuat proses tawar-menawar yang berat. (Davison, 1959:360).
            Raymond A. Baur juga mengkritik potret khalayak sebagai robot yang pasif. Ia bahkan menyebut khalayak yang kepala batu (obstinate audience), yang akan mengikuti pesan jika menguntungkan mereka. Komunikasi tidak lagi bersifat linier (dengan oeranan komunikator yang dominan), tetapi merupakan trasaksi. ‘each gives in order to get’ kata Bauer (dalam Schrammdan Roberts, 1997:345). Media massa memang sangat berpengaruh, tetapi pengaruh ini disaring, diseleksi, bahkan mungkin ditolak sesuai dengan faktor-faktor personal yang memengaruhi reaksi mereka.
2.2.1 Teori DeFleur dan Ball Rokeach tentang pertemuan dengan media
            DeFleur dan Ball Rokeach melihat berdasarkan tiga kerangka teoritis seperti: Perspektif perbedaan individual menandang bahwa sifat dan organisasi personal psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimulus dari lingkungan,dan bagaimana ia memberi makna pada stimulus tersebut. Perspektif kategori sosial beramsusi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelopok sosial, yang reaksinya pada stimulus tertentu cenderung sama. Perspektif hubungan sosial menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam memengaruhi reaksi orang terhadap media massa.
Lazarfield menyebutkan “pengaruh personal”. Perspektif ini tampak pada model ‘two step flow of communication’ artinya informasi bergerak melewati dua tahap. Pertama, informasi bergerak pada pada sekelompok individu yanglebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Kedua, informasi bergerak dari orang-orang itu – disebut “pemuka pendapat”- dan kemudian melalui saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal informasi. Berbagai faktor akan memengaruhi reaksi orang terhadap media massa.
2.2.2 Pendekatan motivasi dan uses and Gratification
            Menurut pendirinya, Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch, uses and Gratification meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massaatau sumber-sumber lainy, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang tidak kita inginkan (Katz, Blumler, Gurevitch, 1974:20). Teori ini merumuskan asumsi-asumsi dasar :
1.        Khalayak dianggap aktif; artinya sebagian penting dari media massa diasumsikan mempunyai tujuan.
2.        Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif, untuk mengaitkan pemuasan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3.        Media massa harus bersaing dengan dengan sumber lain untuk memuaskan kebutuhanya.
4.        Banyak tujuan pemilihan media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak; artinya orang dianggap mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi tertentu.
5.        Penilaian tentang arti kultur dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayaknya (Blumler dan Katz, 1974:22).
Model uses and gratification memandang individu sebagai makhluk suprarasional dan sangat selektif. Sven Windhal (1981:177) menuliskan perbedaan antara pendekatan efek (model jarum hipodermis) dengan pendekatan uses and gratification dalam diagram. Perhatian dipusatkan pada kerangka psikologis yang mendasari motif beserta pemuasan kebutuhan melalui komunikasi massa. Tulisan William J. McGuire (1974) yang mengaku sebagai a card carrying psychologist akan dipergunakan sebagai dasar bagi penjelasan klasifikasi motif.
            Komunikasi massa didorong oleh motif tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa. Pada saat yang sama kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber lain selain media massa. Media massa dapat memberikan hiburan jika khalayak membutuhkan kesenangan. Ketika mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan.  Dan Media massa juga bisa sebagai sahabat jika sedang kesepian. Tentunya semua itu juga bisa didapatkan dari sumber lain seperti kawan, hobi, atau tempat ibadah.
            Jumlah kebutuhan yang dapat dipengaruhi media belum bisa disepakati. Sigmund Freud menyebutkan dua macam motif: eros (hasrat bercinta) dan thanatos (hasrat merusak). Henry A. Murray (1968) menyebutkan 28 macam kebutuhan psikologenis yang pokok. Erikson (1963) menyebutkan 8 kebutuhan psikogis. Abraham Maslow (1970) mengusulkan 5 kelompok kebutuhan yang disusun dalam tangga hierarkis dan kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan pemenuhan diri. Dalam hubungannya dengan pemuasan kebutuhan (need gratification) oleh media, peneliti komunikasi pun tidak menunjukkan kesepakatan (Rhat Katz, Blumler, dan Gurevitch, 1974). Ada yang beranggapan media massa hanya memenuhi satu kebutuhan saja, yaitu memuaskan keinginan melarikan diri atau hasrat bermain (Stephenson). Kaarle Nordensrteng menyebutkan bahwa motif dasar untuk menggunakan media adalah kebutuhan akan kontrak sosial. Oleh katz, Blumler, dan Gurevitch (1974), mereka dikelompokkan pada aliran unifungsional.
            Ahli komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi media massa dalam aliran bifungsional. Media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi menurut Weist; atau hiburan dan informasi menurut Wilbur Scramm. Adapun yang lain menyebutkan empat fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan: surveillance (pengawasan lingkungan), correlation atau hubungan sosial, hiburan dan transmisi kultural seperti dirumuskan oleh Harold Lasswell dan Charles Wright.
Motif Kognitif dan Gratifikasi Media
Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu.


Tabel 3
MATRIKS PARADIGMA MOTIVASI MANUSIA
(Dalam hubungannya dengan gratfikasi media)



Modul                Orientasi
     Stabilitas

Aktif

Pasif

Internal

Ekternal

Internal

Ekternal

Kognitif
Pemeliharaan
1.       Konsistensi
2.       Atribusi
3.       Kategori
4.        
Pertumbuhan
5.       Otonomi
6.       Stimulasi
7.       Teleologis
8.       Utilitarian

Afektif
Pemeliharaan
9.       Reduksitas
10.    Ekspresif
11.    Ego-defensif
12.    Peneguhan

13.    Penonjolan
14.    Afilasi
15.    Identifikasi
16.    Peniruan

16 motif ini adalah berdasarkan aliran dalam psikologi motivational oleh William J. McGuire (1974), tetapi dalam motif  kognitif  yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan menekan aspek kognitif dari kebutuhan manusia yang bertitik tolak dari individu sebagai makhluk yang memelihara psikologisnya. McGuire hanya menyebutkan empat teori seperti:
Teori Konsisitensi yang mendominasi penelitian psikologi sosial pada tahun 1960 an memandang manusia sebagai makhluk yang dihadapkan pada berbagai konflik.  Konflik ini mungkin terjadi diantara beberapa kepercayaan yang dimilikinya seperti “Merokok itu merusak kesehatan” dan “Merokok itu membantu proses berfikir” .
Teori atribusi yang berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an memandang individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memehami sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya seperti mencoba untuk menemukan apa menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa yang melakukan apa.
Teori kategorisasi memandang manusia sebagai orang yang mengelompokkan pengalamannya dalam kategori yang sudah disiapkannya. Menurut teori ini, orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukan pengalaman dalam kategori yang sudah dimilikinya,dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok prakonsepsinya. Proyek pembangunan yang menyejahterakan rakyat adalah contoh peristiwa yang memperkokoh prakonsepsi bahwa kerja keras, kesungguhan dan usaha melahirkan manfaat.
Teori objektifitas memandang manusia sebagai makhluk yang pasif, yang tidak berfikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan konsep tertentu. Teori ini menunjukkan bahwa terpaan isi media dapat memberikan petunju kepada individu untuk menafsirkan atau menidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan negatif pada faktor eksternal,atau memebrikan kriteria pembanding yang ekstrim untuk perilakunya yang kurang baik.contohnya adalah ketika seorang pegawai tidak merasa bersalah ketika menyelewengkan uang kantor setelah mengetahui korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh orang lain.
Kemudian ada empat teori kognitif berikutnya:
Teori otonomi yang dikembangkan oleh psikologi mazhab humanistik yang melihat manusia sebagai makhluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom. Dalam teori ini kepribadian manusia berkembang melewati beberapa tahap sampai ia memiliki makna hidup yang terpadu.
Teori simulasi memandang manusia sebagai makhluk yang “lapar stimulus” yang senantiasa mencari pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal yang bisa memperkaya pemukirannya. Televisi, radio, film, dan surat kabar mengantarkan orang pada dunia yang tak terhingga baik dengan kisah fantastis maupun yang aktual. Istilah Daniel Lerner yaitu media menyajikan pengalaman buatan (vicarious experience).
Teori teleologis memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha mencocokkan persepsinya tentang situasi sekarang dengan representasi internal dari kondisi yang dikehendaki.
Teori utilitarian memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Contoh petani mengetahui cara menggunakan pupuk dan insektisida dari siaran radio pedesaan.
Motif Afeksi dan Gratifikasi Media
Delapan teori diatas berkenaan dengan aspek kognitif, delapan teori berikutnya berkenaan dengan motif afeksi yang ditandai oleh kondisi perasaan ataudinamika yang menggerakkan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu.
            Teori reduksi tegangan memandang manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurangan ketegangan. Ungkapan perasaan dipandang dapat berfungsi sebagai katarsis atau pelepasan tegangan. Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa atau adegan kekerasan. Contoh film kekerasan dalam televisi dianggap memebantu orang melepas kecenderungan agresifnya.
            Teori ekspresif menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkap eksistensi dirinyadalam menampakkan perasaan dan keyakinannya. Media massa bukan saja membantu orang untuk mengembangkan sikap tertentu, tetapi juga menyajikan berbagai macam permainan untuk ekspresi diri seperti : teka-teki silang, kontes, novel misterius, acara kuis televisi.
            Teori ego defensif  beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentudan kita berusaha untuk mempertahankan citra diri serta berusaha hidup sesuai dengan diri dari dunia kita. Dari media massa, kita memperoleh informasi untuk konsep diri kita, pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat manusia dan hubungan sosial. Dengan demikian komunikasi massa memberikan bantuan dalam melakukan teknik pertahanan ego.
            Teori peneguhan memandang bahwa orang dalam situasai tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu. Teori ini memang berasal dari mazhab behaviorisme, contoh membaca buku ditempat yang sepi. Hal yang netral dikaitkan dengan hal yang menyenagkan menjadi stimulus yang menyenangkan juga.
Teori penonjolan atau assertion memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengembangkan seluruh potensinya untuk memperoleh penghargaan dari dirinya dan orang lain. Teori ini menekankan motif agresi dan berkuasa memang tidak terlalu berhasil dapat dipuaskan komunikasi massa tetapi komonikasi massa merupakan institusi pendidikan yang menyediakaninformasi dan keterampilan yang membantu orang untuk menaklukan dunia.
            Teori afilasi atau affiliation memandang manusia sebagai makluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain. Lasswell (1948) menyebutkan fungsi correlation. Asumsi pokok Katz, Gurevitz dan Hass adalah pandangan bahwa komunikasi massa digunakan individu untuk menghubungkan dirinya melalui hubungan instrumental, afektif dan integratif dengan orang lain (diri, keluarga, kawan, bangsa, dan sebagainya). Dinegara maju misalnya Amerika Serikat televisi telah menjadi oran tua kedua (bahkan orang tua pertama) bagi anak-anak; penghibur bagi mereka yang frustasi, dan kawan setia bagi mereka yang kesepian.
            Teori identifikasi melihat manusia sebagai pemain peran yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya. Kepuasan diperoleh bila orang memperoleh identitas peranan tambahan yang meningkatkan konsep dirinya.
            Teori peniruan (modeling theories)  hampir sama dengan teori identifikasi, memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengembangkan kemampuan afektifnya. Komunikasi massa menampilkan berbagai model untuk ditiru oleh khalayak. Media cetak mungkin menyajikan pikiran dan gagasan yang lebih jelas dan lebih mudah dimengerti dari pada orang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Media piktorial seperti televisi, film, dan komik secara dramatis mempertontonkan perolaku fisik yang mudah dicontoh. Laporan dari U. S. Surgeon General menunjukkan bahkan adegan kekerasan yang ditampilkan sebagai hal yang jelek juga ditiru oleh khalayak.
Menurut aliran uses and gratification, perbedaan motif dalam konsumsi media massa menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Ini berarti bahwa efek media massa juga berlainan pada setiap anggota khalayaknya. Kepada pencari informasi, media massa diduga mempunyai efek kognitif  yang menguntungkan. Kepada pencari identitas, media massa mungkin menimbulkan efek afeksi yang mengerikan. Kepada pencari model, media massa mungkin mendorong perilaku yang meresahkan.
2.3 Efek komunikasi Massa
Media digunakan oleh orang adalah untuk pemuas kebutuhannya. Yang ingin orang tahu adalah bukan membaca surat kabar atau menonton televise tetapi bagaimana televise menambah penegetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku. Inilah yang disebut efek komunikasi massa.
Komunikasi massa menimbulkan efek pada diri khalayak. Menurut Steven M. Chaffee (dalam Wilhoit dan Harold de Bock, 1980: 78) adalah membatasi efek hanya selama berkaitan dengan pesan media massa, akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa ini adalah pendekatan pertama dalam melihat efek media massa. Pendekatan yang kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa pada penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku; atau dengan istilah lain, perubahan kogn
itif, afektif dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenal efek komunikasi massa sebagai individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
TABEL 6
Efek Komunikasi Massa
Sasaran
Media Fisik
Pesanan
Kognitif
Afektif
Behavioral
Kognitif
Afektif
behavioral
Individual Interpersonal Sistem
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Efek Kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan perilaku.
2.3.1 Efek Kehadiran Media Massa
“The medium is the message” ujar McLuhan. Media saja sudah menjadi pesan. Yang memengaruhi bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang digunakan seperti interpersonal, media cetak dan televise. Steven H. Chaffee menyebutkan 5 hal (1) efek ekonomis: mengakui bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha seperti produksi, distribusi, dan konsumsi “jasa” media massa. (2) efek sosial: kehadiran televisi meningkatkan status sosial pemiliknya seperti dipedesaan, televisi telah membentuk jaringan interaksi sosial yang baru. (3) efek pada penjadwalan kegiatan: televisi telah merubah kegiatan penduduk desa yang tadinya tidak malas malah sekarang bertambah malas sehingga menyebabkan para penduduk desa yang sudah sepuh banyak mengeluh.(4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu: efek alihan bukan hanya terjadi pada televisi saja. Kehadiran surat kabar, video recorder, CB, radio pging device, terminal komputer yang terhubung dengan pusat informasi dan media komunikasi massa kontemporer lainnya dapat mengorganisasikan kegiatan khalayak. (5} efek perasaan orang terhadap media: Steven H. Chaffee menyebutkan dua efek lagi akibat kehadiran media massa sebagai objek fisik yaitu hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu pada media massa. Media digunakan tanpa mempersoalkan isipesan yang disampaikan.
2.3.2 Efek Kognitif Komunikasi Massa
Citra adalah gambaran tentang dunia atau gambaran realitas yang tidak harus sesuai dengan realitas atau dunia menurut persepsi kita.komunikasi tidak secara langsung menimbulkan efek tertentu,”tetapi cenderung memengaruhi cara mengorganisasikan citra tentang lingkungan; dan citra inilah yang akan mempengaruhi cara kita berperilaku” ujar Roberts (1977).
Pembentukan dan perubahan citra
Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau relitas tangan kedua (second hand reality). Kita membentuk citra tentang lingkungan sosial berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Stereotip adalah gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidakberubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Uraian diatas menjelaskan menjelaskan bagaimana media massa menampilkan realitas tangan kedua, memberikan status, dan menciptakan stereotip; dengan singkat, kita menceritakan peran media massa dalam membentuk citra. Akan tetapi pengaruhnya tidak berhenti sampai disitu, media massa juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya. Lee Loevinger (1968) mengemukakan teori komunikasi yang disebut reflective-profektif theory yang beranggapan bahwa media massa cermin masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu seperti menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam sehingga pada media massa setiap orang setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya.

            Klapper tokoh konvensional yang menumbangkan The Power Ful Media melihat bukan saja media yang mempertahankan citra khalayak media lebih cenderung menyokong status quo ketimbang perubahan. Informasi dipilih yang sedapat mungkin tidak terlalu menggoncangkan status quo. Roberts (1977) menganggap kecenderungan ini timbul karena tiga hal yaitu :
1.                  Reporter dan editor memandang dan menafsirkan dunia sesuai dengan citranya tentang realitas ( kepercayaan, nilai, dan norma ).
2.                  Wartawan selalu memberikan respon pada tekanan halus yang merupakan    kebijaksanaan pemimpin media
3.                  Media massa sendiri cenderung menghindari hal-hal yang kontroversial
Audience share (andil khalayak) dikhawatirkan direbut oleh media saingan. Dengan begitu, N yang paling aman ialah menampilkan dunia sedapat mungkin seperti yang diharapkan oleh kebanyakan khalayak. Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Dikalangan wartawan dikenal apa yang lazim disebut in vestigative reporting (pelapor penyelidikan). Laporan tentang skandal Watergate adalah contohnya. Media massa memberikan perincian, analisis, dan tinjauan mendalam tentang berbagai peristiwa. Penjelasan itu tidak mengubah tapi menjernihkan citra kita tentang lingkungan. Media massa mengurangi ketidakpastian.
Agenda Setting
   Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang aoa yang dianggap penting. Media massa tidak membutuhkan what to think, tetapi mempengaruhi what too thing about. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan yang lain dengan menonjolkan satu persoalan dan menyampaikan satu persoalan yang lain media membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa.
Walaupun kita dapat melacak agenda setting pada konsep The World Outside and The Pictures in Our Flead dari Waiter Lippman (1965). Mereka menuliskan laporan antara lain :
“ walaupun para ilmuan yang meneliti prilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas social kita, ketika mereka melakasanakan tugas keseharian mereka dalam memilih dan menonjolkan berita, khalayak bukan hanya belajar tentang isu-isu masyarakat dalam hal-hal lain melalui media mereka juga belajar sejauh mana pentingnya suatu isu atau topic dari penegasan yang diberikan oleh media massa. Dampak media massa kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu telah dijuluki sebagai fungsi agenda settting dari komunikasi massa. Di sinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita (MeCombs dan Shaw, 1974:1).”
   Teori agenda setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selekti, gatekeepers seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, frekuensi pemuatan, posisi dalam surat kabar.
Efek Prososial Kognitif
   Efek Prososial Kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar maka televisi teleh menimbulkan efek prososial kognitif.
2.3.3    Efek Afektif Komunikasi Massa
Pembentukan dan perubahan sikap
Menurut Joseph Klepper (1960), berdasarkan penelitian yang komprehensif mengenai media massa, dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap,  pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum :
·                     Pengaruh komunikasi massa, faktor-faktornya :
–          predisposisi personal
–          proses selektif
–          keanggotaan kelompok
·                     Faktor-faktor diatas berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai agent of change.
·                     Komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi (perubahan seluruh sikap).
·                     Komunikasi massa efektif dalam bidang dimana pendapat orang lemah (misalnya pada iklan komersial).
·                     Komunikasi massa afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.
Perubahan sikap secara berarti tidak ditemukan oleh peneliti sebab :
·                     alat ukur yang digunakan oleh peneliti gagal mendeteksi perubahan tersebut.
·                     terjadi terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung menerima konsepsi yang sudah ada sebelumnya.
·                     ketika kita mengukur efek media massa, kita mengukur efek yang saling menghapus, artinya orang menerima bukan saja media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi juga menentang hal tersebut.
·                     media memang tidak menyebabkan orang beralih sikap, tetapi hanya memperkokoh kecenderungan yang sudah ada sehingga setiap pihak, dengan kampanye berusaha menghindari pindah ke pihak lain.
·                     umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap  politik yang didasarkan pada keyakinan yang dipegang teguh, bukan pada sikap yang berlandaskan kegiatan yang dangkal.
·                     diduga, mereka yang diterpa media massa adalah orang-orang yang lebih terpelajar.
·                     diduga, media massa tidak berpengaruh langsung pada khalayak, tetapi melewati dulu pemuka-pemuka pendapat.
·                     media massa tidak mengubah pendapat, tetapi memengaruhi penonjolan suatu isu di atas isu yang lain.
Rangsangan Emosional
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan pada media massa :
·                     Suasana emosional (mood) dalam mempersepsi sesuatu, suasana mental sangat berpengaruh.
·                     Skema kognitif : naskah pada pikiran kita yang menjelaskan alur peristiwa yang dapat juga terbentuk karena induksi verbal atau petunjuk pendahuluan yang menggerakkan kerangka interpretatif.
·                     Suasana terpaan : kondisi sekitar akan memengaruhi dalam emosi pada saat memberikan respons.
·                     Predisposisi individual : mengacu pada karakter individu yang khas, semua orang berbeda-beda.
·                     Tingkat identifikasi khalayak terhadap tokoh dalam media massa : sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan di media massa
Rangsangan Seksual
Merupakan rangsangan yang muncul akibat adegan-adegan erotis di media massa, yang kita kenal dengan pornografi. Beberapa ahli menggunakan istilah SEM (Sexually Explicit Materials) atu erotika. Erotika merangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai moral, mendorong orang gila seks, dan merangsang gairah seksual.
Dalam bab ini, dikenal adanya stimuli erotis, yaitu stimuli yang membangkitkan gairah seksual internal dan eksternal. Stimuli internal adalah perangsang yang timbul dari mekanisme dalam tubuh organisme. Sedangkan stimuli eksternal adalah petunjuk-petunjuk (cues) yang bersifat visual  (olfactory), sentuhan (tactual),  gerakan (kinesthetic), dan intelektual.
              Menurut tokoh Baron dan Byrne, erotika telah diungkapkan sejak masa kemanusiaan yang paling dini. Di dunia modern sekarang, erotika menjadi komoditi yang laku. Minat orang pada erotika timbul karena beberapa motif, antara lain rasa ingin tahu dan aphrodisiac.  Seks sendiri dikenal pertama kali dari media erotika.
2.3.4        Efek Behavioral Komunikasi Massa
              Efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima atau efek prososial behavioral (dan pada perilaku agresif). Selanjutnya, akan diulas teori-teori yang menjelaskan efek komunikasi massa pada peristiwa-peristiwa sosial.
·                     Efek Prososial Behavioral
Salah satu perilaku prososiala memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Teori psikologi yang menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar sosial menurut Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu bila terdapat jalinan positif yang kita amati dan karakteristik kita.
·                     Agresi Sebagai Efek Komunikasi Massa
Agresi sebagai setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang menghindari perlakuan seperti itu (Baron dan Byrne, 1979:405). Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya, stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Kita dapat menduga penyajian cerita atau adegan kekerasan dalam media massa akan menyebabkan orang melakukan kekerasan pula, dengan kata lain mendorong orang menjadi agresif.
Menurut McLuhan, bentuk media saja sudah mempengaruhi kita. “The mediumis the message,” ujar McLuhan. Medium saja sudah menjadi pesan. Ia bahkan menolak pengaruh pengaruh isi pesan sama sekali (lihat: McLuhan, 1964). Yang mempengauhi kita bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang kita bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media , tetapi jenis media komunikasi jita pergunakan-interpersonal, media cetak, atau televisi.
Teori McLuhan, disebut teori perpanjangan alat indra (sense extension theory), menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indra manusia; telepon adalah perpanjangan teliga dan telivisi adalah perpanjangan mata. Seperti Gatutkaca, yang mampu melihat dan mendengar dari jarak jauh, begitu pula manusia yang menggunakan media massa. McLuhan menulis, “secra operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan social dari media yakni karena perpanjangan diri kita timbul karena skala baru baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau oleh teknologi baru media adalah pesan karena media  membentuk dan mengenedalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia.” (McLuhan, 1964: 23-24)
Menurut Steven H. Chaffee Efek Media Massa ada 5 macam :
1.      Efek ekonomis.
2.      Efek sosial.
3.      Efek pada penjadwalan kegitan.
4.      Efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu.
5.      Efek pada perasaan orang terhadap media.

Teori-Teori Efek Sosial Komunikasi Massa
            Menurut Harold Adams Innis (1951), media memengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Setiap media memiliki kecenderungan memihak ruang atau waktu –communication bias. Perekam pesan pada zaman dahulu seperti batu, tanah liat, kulit kayu sukar diangkut ke tempat-tempat jauh, tetapi tahan lama. Ini berarti bias pada waktu. Kertas cetak, sebaliknya mudah diangkut ke manapun, tetapi tidak begitu tahan lama. Media cetak bias pada ruang. Bias waktu membawa ke masa lalu, bias ruang membawa ke masa depan. Dengan demikian, setiap media komunikasi membentuk jenis kebudayaan tertentu. Media lisan mengandung bias waktu, karena sukar didengar dari jarak jauh. Ini melahirkan masyarakat tradisional dan kekuasaan  kelompok agama serta orang-orang tua. Media tulisan memiliki bias ruang. Ini melahirkan masyarakat yang menolak tradisi, meninggalkan mitos dan agama, serta berorientasi pada masa depan.
            Dari Innis, McLuhan belajar banyak. Dipoles dengan teori Sapir Whorf yang menyatakan bahwa bahasa memengaruhi cara berpikir, lahirlah teori Medium is the message (sekali-sekali dengan lincah McLuhan menggantinya menjadi “medium is the message” atau “medium is the message”). Menurut McLuhan, setiap media mempunyai tata bahasanya sendiri. Adapun yang dimaksud dengan tata bahasa ialah seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indera dalam hubungannya dengan penggunaan media. Karena media bias pada alat indera tertentu, media mempunyai pengaruh yang berbeda pada perilaku manusia yang menggunakannya. Media lisan bias pada suara dan melahirkan keakraban sosial dan kehidupan kelompok. Media cetak bias pada penglihatan dan melahirkan sistem perseptual yang linear, urutan yang sekuensial, dan kecenderungan menata dan mengatur berdasarkan susunan tertentu. Media lisan melahirkan ikatan sosial yang erat, media cetak menimbulkan individualisme dan televisi menyebabkan demokrasi kolektif. Menurut McLuhan, televisi akan melahirkan desa dunia (global village), dimana orang-orang diseluruh dunia berbagi pengalaman dan gagasan secara serentak.
Baik Innis maupun McLuhan mengemukakan teori efek sosial berdasarkan analisis logis (dan historis); jadi bukan berdasarkan penelitian empiris. Sebaliknya, kedua teori berikutnya lahir dari pengamatan empiris yang cermat. Teori pertama dikemukakan oleh George Gerbner, dekan Annenberg School of Communications, University of Pensylvania, dan peneliti analisis isi dari berbagai media terutama sekali media elektronik. Teori kedua dikemukakan oleh David P. Phillips, profesor sosiologi di University Of California, San Diego. Gerbner mengecam penelitian tradisional yang menelaah media massa sebagai suatu gejala yang terpisah dari sistem sosial. Penelitian terdahulu difokuskan pada efek kognitif, afektif,  behavioral dan menyampaikan efek ideologis. Apa yang disebut ideologi?
            Setiap masyarakat mempunyai serangkaian penjelasan tentang realitas, yang merupakan gambaran terpadu dan homogen tentang apa yang ada, apa yang penting, apa yang berhubungan dengan apa, dan apa yang benar. Peraturan disebut ideologi yang melahirkan dirinya dalam bentuk teks, pesan-pesan yang diproduksi lembaga-lembaga sosial dan tampak pada proses komunikasi. Distribusi pesan menciptakan lingkungan simbolis (symbolic environment) yang mencerminkan struktur dan fungsi lembaga yang memproduksi pesan itu. “Ideology develops mainly, and with all its consequences, through the mass media and trough television in particular,” ujar Luc van Poecke (1980: 425) ketika mengomentari teori Gerbner.
            Di antara berbagai media, televisi adalah mesin ideologi yang paling ideal. Dengan ini, media massa membentuk lingkungan simbolis. Untuk menganalisis efek media massa, kita harus melihat dan menelaah lingkungan simbolis yang disajikan media massa. Televisi berfungsi menanamkan ideologi. Usaha untuk menganalisis akibat-akibat penanaman ideologi ini disebut cultavation analysis. Sekarang kita beralih pada teori imitasi dan sugesti dari David P. Phillips. Phillips adalah ahli sosiologi. Ia menyebutkan bahwa teorinya bukanlah hal yang baru. Ahli-ahli sosiologi seperti Tarde, Le Bon, dan Mead telah membicarakan peranan imitasi dan sugesti. Begitu pula para psikolog telah banyak mengulas teori modeling. Adapun yang baru dari Phillips ialah penggunaan kerangka teori imitasi pada efek media massa terhadap anggota-anggota masyarakat. Betapapun belum sempurnanya teori Phillips, bersama dengan teoritisi-teoritisi lainnya, ia telah menggambarkan kepada kita gambaran tentang efek-efek media massa.














BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam media massa, manusia selalu diasumsikan sebagai robot yang pasif artinya dapat dikontrol oleh lingkungan tetapi sebenarnya setiap manusia mempunyai cara yang unik untuk memahami lingkungan secara fenomenologis. Dampak media massa adalah kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif diantara individu yang telah mendapat julukan sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa itu sendiri. Disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, yaitu kemampuan media untuk menstruktur dunia buat khalayak (McCombs dan Shaw, 1974:1).













DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, jalaluddin. 2012. PSIKOLOGI KOMUNIKASI. PT REMAJA ROSDAKARYA : Bandung


Surat Masa Depan

Hallo kawan.. Perkenalan dulu mungkin yah biar lebih afdol.. ;) Nama saya Gita, tapi dari dulu saya ingin sekali punya nama panggi...